Minggu, 09 Oktober 2011

Peranan orang tua dalam pembentukan kepribadian anak

PERANAN KELUARGA DALAM PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN ANAK.


Dalam perkembangan hidupnya, manusia di pengaruhi oleh hal-hal yang berasal dari dirinya sendiri (internal) dan faktor-faktor yang berasal dari luar diri pribadinya (eksternal). Istilah lingkungan psikologi sosial  menunjukkan hubungan antara aspek pribadi dan aspek sosial. Lingkungan budaya secara sosiologis merupakan hasil lingkungan sosial, karena jika di lihat dari sudut sosiologis kebudayaan merupakan hasil pergaulan hidup dalam wadah-wadah yang sering di sebut kelompok sosial atau masyarakat.

Pengaruh Lingkungan Keluarga (orang tua)

Lingkungan pertama yang berhubungan dengan anak adalah orang tuanya. Melalui lingkungan inilah anak mengenal dunia sekitarnya dan pola pergaulan hidup yang berlaku sehari-hari. Melalui lingkungan kelurga inilah anak mengalami proses sosialisasi awal. Orang tua biasanya mencurahkan perhatiannya untuk mendidik anak, agar anak tersebut meperoleh dasar-dasar pergaulan hidup yang benar dan baik, melalui penanaman I siplin dan kebebasan serta penyerasiannya.
Pada saat ini orang tua dan anggota keluarga lainnya melakukan sosialisasi melalui kasih sayang, atas dasar kasih sayang itu didik untuk mengenal nilai-nilai tertentu, seperti nilai ketertiban, nilai ketentraman dan nilai yang lainnya. Keluarga juga merupakan pelaksana pengawasan sosial yang penting. Banyak norma-norma kelompok yang di pelajari dalam keluarga dan dengan demikian merupakan pembatas tingkah laku yang sesuai.
Kebiasaan-kebiasaan, adat istiadat dan kontrol kelembagaan yan mengatur peradilan, perkawinan, peranan-peranan pribadi maupun umum dari suami dan istri merupakan pelajaran yang luas di dalam keluarga. Motivasi dan keberhasilan studi salah satunya di pengaruhi oleh lingkungan keluarga,  apakah orang tua terlalu mementingkan disiplin atau memberikan kebebasan dari pada di siplin, ternyata keserasian atau keseimbangan keduanya sangat di perlukan.


Pengertian keluarga berarti nuclear family yaitu yang terdiri dari ayah, ibu
dan anak. Ayah dan ibu secara ideal tidak terpisah tetapi bahu membahu dalam
melaksanakan tanggung jawab sebagai orang tua dan mampu memenuhi tugas
sebagai pendidik. Tiap eksponen mempunyai fungsi tertentu. Dalam mencapai tujuan
keluarga tergantung dari kesediaan individu menolong mencapai tujuan bersama dan
bila tercapai maka semua anggota mengenyam " Apakah peranan masing-masing "

I.           Peranan Ayah:
1. Sumber kekuasaan, dasar identifikasi.
2. Penghubung dengan dunia luar.
3. Pelindung terhadap ancaman dari luar.
4. Pendidik segi rasional.

II.     Peranan Ibu :
1. Pemberi aman dan sumber kasih sayang.
2. Tempat mencurahkan isi hati.
3. Pengatur kehidupan rumah tangga.
4. Pembimbing kehidupan rumah tangga.
5. Pendidik segi emosional.
6. Penyimpan tradisi.

III.       Peranan anak laki-laki dan wanita.

Sebagaimana telah diuraikan diatas bahwa keluarga pada hakekatnya
merupakan wadah pembentukan masing-masing anggotanya, terutama anak-anak
yang masih berada dalam bimbingan tanggung jawab orang tuanya. Dasar pemikiran
dan pertimbangannya adalah sebagai berikut :

a) Keluarga adalah tempat perkembangan awal seorang anak, sejak saat
kelahirannya sampai proses perkembangan jasmani dan rohani berikutnya. Bagi
seorang anak, keluarga memiliki arti dan fungsi yang vital bagi kelangsungan
hidup maupun dalam menemukan makna dan tujuan hidupnya.

b) Untuk mencapai perkembangannya seorang anak membutuhkan kasih sayang,
perhatian dan rasa aman untuk berlindung dari orang tuanya. Tanpa sentuhan
manusiawi itu anak akan merasa terancam dan penuh rasa takut.

c) Keluarga merupakan dunia keakraban seorang anak. Sebab dalam keluargalah
dia mengalami pertama-tama mengalami hubungan dengan manusia dan
memperoleh representasi dari dunia sekelilingnya. Pengalaman hubungan dengan
keluarga semakin diperkuat dalam proses pertumbuhan sehingga melalui
pengalaman makin mengakrabkan seorang anak dengan lingkungan keluarga.
Keluarga menjadi dunia dalam batin anak dan keluarga bukan menjadi suatu
realitas diluar seorang anak akan tetapi menjadi bagian kehidupan pribadinya sendiri. Anak akan menemukan arti dan fungsinya.

d) Dalam keluarga seorang dipertalikan dengan hubungan batin yang satu dengan
lainnya. Hubungan itu tidak tergantikan Arti seorang ibu tidak dapat dengan tibatiba
digantikan dengan orang lain.

e) Keluarga dibutuhkan seorang anak untuk mendorong, menggali, mempelajari
dan menghayati nilai-nilai kemanusiaan, religiusitas, norma-norma dan
sebagainya. Nilai-nilai luhur tersebut dibutuhkan sesuai dengan martabat
kemanusiaannya dalam penyempumaan diri.

f) Pengenalan didalam keluarga memungkinkan seorang anak untuk mengenal
dunia sekelilingnya jauh lebih baik. Hubungan diluar keluarga dimungkinkan
efektifitasnya karena pengalamannya dalam keluarga.

g) Keluarga merupakan tempat pemupukan dan pendidikan untuk hidup
bermasyarakat dan bernegara agar mampu berdedikasi dalam tugas dan
kewajiban dan tanggung jawabnya sehingga keluarga menjadi tempat
pembentukan otonom diri yang memiliki prinsip-prinsip kehidupan tanpa mudah
dibelokkan oleh arus godaan.

h) Keluarga menjadi fungsi terpercaya untuk saling membagikan beban masalah,
mendiskusikan pokok-pokok masalah, mematangkan segi emosional,
mendapatkan dukungan spritual dan sebagainya.

i) Dalarn keluarga dapat terealisasi makna kebersamaan, solidaritas, cinta kasih,
pengertian, rasa hormat menghormati clan rasa merniliki.

j) Keluarga menjadi pengayoman dalam beristirahat, berekreasi, menyalurkan
kreatifitas dan sebagainya. Pengalaman dalam interaksi sosial pada keluarga
akan turut menentukan pola tingkah lakunya terhadap orang lain dalam
pergaulan diluar keluarganya. Bila interksi sosial didalarn kelompok karena
beberapa sebab tidak lancar kemungkinan besar interaksi sosialnya dengan
masyarakat pada umumnya juga akan berlangsung dengan tidak wajar.
Perkembangan sosial manusia dimulai dari masa bayinya. Bayi merupakan makhluk sosial sejak awal hidupnya. Pada usia satu bulan bayi bereaksi terhadap suara dan wajah seseorang. Antara dua dan tiga bulan bayi mengembangkan senyum sosial, yaitu mereka mulai tersenyum hampir pada setiap orang. Ini merupakan perkembangan yang penting karena mengundang orang dewasa untuk berinteraksi dengan bayi. Dalam masa perkembangan selanjutnya beberapa hal yang terjadi dalam hidupnya antara lain:
1.      Ada proses imitasi dalam kehidupan seorang anak.

Salah satu fungsi dari hal meniru ini ialah untuk memajukan interaksi sosial. Anak-anak lebih mungkin meniru suatu tindakan yang telah disetujui, misalnya makan dengan sendok, dibanding suatu tanggapan yang tidak diperhatikan misalnya memukul dua garpu secara serentak.

2.      Memiliki kemampuan mempengaruhi orang lain.

Anak usia dua tahun mulai mengarahkan perilaku orang lain.Tujuannya bukan untuk mendapatkan benda tertentu, tetapi untuk mempengaruhi orang dewasa. Anak tidak akan memberi perintah jika mereka tidak berharap orang tua mematuhi mereka. Di sini kita bisa melihat bahwa seorang anak mempunyai kesadaran tentang kemampuannya dalam mempengaruhi orang lain.

3.      Memiliki empati.

Yang dimaksudkan di sini ialah kemampuan untuk menghargai persepsi dan perasaan orang lain. Hal ini ditunjukkan dengan sikap anak jika mereka melihat orang lain terluka atau tertekan. Walaupun banyak kemampuan pada tahun kedua seperti memiliki kemampuan meniru, mempengaruhi orang lain dan memiliki empati, perkembangan berikutnya tergantung pada pengalaman seseorang. Untuk anak kecil, pengalaman yang paling penting terjadi dalam keluarga. Keluarga merupakan kelompok primer yang paling penting di dalam masyarakat. Keluarga terdiri dari suami, istri dan anak yang belum dewasa.
Keluarga merupakan kelompok sosial yang pertama dalam kehidupan manusia, tempat dimana ia belajar dan menyatakan diri sebagai manusia sosial dalam hubungan interaksi dengan kelompoknya. Di dalam keluarga inilah seorang anak belajar untuk berinteraksi berdasarkan empati dan belajar bekerja sama dengan orang lain. Dengan kata lain dalam keluarga anak belajar memegang peranannya sebagai makhluk sosial yang memiliki aturan dan kemampuan tertentu dalam pergaulannya dengan orang lain.
Apa yang dialami melalui interaksi sosial dalam keluarganya turut menentukan tingkah lakunya terhadap orang lain dalam pergaulan sosial di luar keluarga, yaitu di lingkungan masyarakat luas. Di sini kita melihat bahwa keluarga mempengaruhi seorang anak dalam menjalankan perannya sebagai makhluk sosial (dalam bersosialisasi).
Setelah kita melihat betapa pentingnya peranan keluarga dalam perkembangan sosial seorang anak, sekarang kita melihat beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial seorang anak. Faktor-faktor tersebut antara lain:
1.      Status sosio-ekonomi.

Seorang anak yang dibesarkan dengan kondisi perekonomian yang cukup maka dia akan mempunyai kesempatan yang lebih luas untuk mengembangkan diri. Dalam hal ini status sosial ekonomi sebuah keluarga bukanlah faktor mutlak dalam perkembangan sosial manusia. Namun paling tidak hal ini memberi sumbangan bagi perkembangan sosial seseorang. Bisa saja seorang anak dilahirkan ditengah-tengah keluarga yang berkecukupan namun tidak harmonis, tentunya hal ini tidak akan menguntungkan bagi perkembangan sosial seorang anak.

2.      Keutuhan Keluarga.

              Seperti telah diterangkan di atas, keluarga adalah kelompok masyarakat terkecil yang terdiri dari suami, istri dan anak yang belum dewasa. Apabila salah satu dari unsur-unsur tersebut tidak ada, misal ada ibu namun tidak ada ayah (baik karena meninggal atau bercerai), maka keluarga tersebut tidak bisa dikatakan sebagai keluarga yang utuh lagi. Ini disebut keutuhan keluarga secara stuktur. Disamping itu ada pula keutuhan dalam interaksi, yaitu adanya interaksi sosial yang wajar (harmonis). Ketidakutuhan keluarga tentunya berpengaruh negative bagi perkembangan sosial seorang anak.

3.      Sikap dan Kebiasaan Orang Tua.

Cara-cara dan sikap orang tua dalam pergaulannya memegang peranan yang cukup penting dalam perkembangan sosial seorang anak. Beberapa penelitian telah membuktikan hal ini dan didapati kesimpulan sebagai berikut: Makin otoriter orang tuanya, makin berkuurang ketidaktaatan, tetapi makin banyak timbul ciri-ciri pasivitas, kurangnya inisiatif, tidak dapat merencanakan sesuatu, daya tahan berkurang dan penakut. Sebaliknya sikap demokratis dari orang tua menimbulkan cirri-ciri berinisiatif, tidak penakut, lebih giat dan lebih bertujuan, namun juga menimbulkan kemungkinan berkembangnya ketidaktaatan dan tidak mau menyesuaikan diri.Bila orang tua terlalu melindungi anak-anaknya maka akan timbul ketergantungan kepada orang tua.

4.      Status Anak.

Yang dimaksud sebagai status anak di sini ialah apakah dia anak tunggal, anak sulung atau bungsu di dalam keluarga. Seorang anak tunggal perkembangan sosialnya berbeda dengan yang bukan anak tunggal. Anak tunggal cenderung egosentris, mencari penghargaan secara berlebihan, memiliki keinginan untuk berkuasa secara berlebihan dan mudah sekali rendah diri. Kita melihat di sini corak negatif dalam perkembangan sosial seorang anak tunggal. Anak tunggal cenderung mengalami hambatan dalam perkembangan sosialnya, karena ia tidak terbiasa bergaul dalam kelompok kekeluargaan yang sangat ia perlukan.
Anak yang memiliki saudara lebih aktif dan berambisi dibanding anak tunggal yang pasif dan kurang mau berusaha. Hal ini didasarkan pada kenyataan ketika anak pertama memiliki perasaan dihargai dan diperhatikan orang tua yang lebih besar daripada anak yang kedua dan seterusnya. Anak yang berikutnya justru merasa harus lebih giat berjuang memperoleh penghargaan dan perhatian dari orang tuanya sebesar yang telah diterima oleh kakak pertama.
Papalia dan Old (1987) dalam Hawadi (2001) membagi masa kanak-kanak dalam lima tahap :
1.       Masa Prenatal, yaitu diawali dari masa konsepsi sampai masa lahir.
2.          Masa Bayi dan Tatih, yaitu saat usia 18 bulan pertama kehidupan merupakan masa bayi, di atas usia 18 bulan pertama kehidupan merupakan masa bayi, di atas usia 18 bulan sampai tiga tahun merupakan masa tatih. Saat tatih inilah, anak-anak menuju pada penguasaan bahasa dan motorik serta kemandirian.
3.         Masa kanak-kanak pertama, yaitu rentang usia 3-6 tahun, masa ini dikenal juga dengan masa prasekolah.
4.         Masa kanak-kanak kedua, yaitu usia 6-12 tahun, dikenal pula sebagai masa sekolah. Anak-anak telah mampu menerima pendidikan formal dan menyerap berbagai hal yang ada di lingkungannya.
5.         Masa remaja, yaitu rentang usia 12-18 tahun. Saat anak mencari identitas dirinya dan banyak menghabiskan waktunya dengan teman sebayanya serta berupaya lepas dari kungkungan orang tua.




Sabtu, 08 Oktober 2011

Masalah Pendidikan

Pemerataan Dan Kualitas Pendidikan di Indonesia

A.     Pengertian Pemerataan Pendidikan

Pemerataan pendidikan mencakup dua aspek penting yaitu Equality dan Equity. Equality atau persamaan mengandungn arti persamaan kesempatan untuk memperoleh pendidikan , sedangkan equity bermakna keadilan dalam memperoleh kesempatan pendidikan yang sama diantara berbagai kelompok dalam masyarakat. Akses terhadap pendidikan yang merata berarti semua penduduk usia sekolah telah memperoleh kesempatan pendidikan, sementara itu akses terhadap pendidikan telah adil jika antar kelompok bisa menikmati pendidikan secara sama.
Indonesia adalah negara berkembang yang masih mengalami berbagai proses pembangunan. Di sektor pendidikan, Indonesia masih kurang mengembangkan SDM yang dimiliki masyarakat. Buktinya, dalam sebuah survei mutu pendidikan, Indonesia menempati urutan ketiga dari bawah di antara 40 negara lain.
Sistem pendidikan di Indonesia selalu disesuaikan dengan kondisi politik dan birokrasi yang ada. Padahal menurut saya, itu bukanlah masalah utama dalam meningkatkan mutu pendidikan. Yang lebih penting adalah bagaimana pelaksanaan di lapangan, termasuk kurangnya pemerataan pendidikan, terutama di daerah tertinggal.
Coleman dalam bukunya Equality of educational opportunity mengemukakan secara konsepsional konsep pemerataan yakni : Pemerataan Aktif dan Pemerataan Pasif. Pemerataan pasif adalah pemerataan yang lebih menekankan pada kesamaan  memperoleh kesempatan untuk mendaftar di sekolah, sedangkan Pemerataan Aktif bermakna kesamaan dalam member kesempatan kepada murid-murid terdaptar agar memperoleh hasil belajar setinggi-tingginya.
Dalam pemahaman seperti ini pemerataan pendidikan mempunyai makna yang luas tidak hanya persamaan dalam memperoleh kesempatan pendidikan, tapi juga setelah menjadi siswa harus diperlakukan sama guna memperoleh pendidikan dan mengembangkan potensi yang dimilikinya untuk dapat berwujud secara optimal. Dengan demikian dimensi pemeratan pendidikan mencakup hal-hal yaitu equality of access, equality of survival. equality of output, dan equality of outcome.
Apabila dimensi-dimensi tersebut menjadi landasan dalam mendekati masalah pemerataan pendidikan, nampak betapa rumit dan sulitnya menilai pemerataan pendidikan yang dicapai oleh suatu daerah, apalagi bagi negara yang sedang membangun dimana kendala pendanaan nampak masih cukup dominan baik dilihat dari sudut kuantitas maupun efektivitas.

      B.   Dasar Pemerataan Pendidikan di Indonesia.

Pembangunan pendidikan merupakan salah satu prioritas utama dalam agenda pembangunan nasional. Pembangunan pendidikan sangat pentingkarena perannya yang signifikan dalam mencapai kemajuan di berbagai bidang kehidupan: sosial, ekonomi, politik, dan budaya.
Karena itu, pemerintah berkewajiban untuk memenuhi hak setiap warga negara dalam memperoleh layanan pendidikan guna meningkatkan kualitas hidup bangsa Indonesia sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945, yang mewajibkan pemerintah bertanggung jawab dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan menciptakan kesejahteraan umum.
Pendidikan menjadi landasan kuat yang diperlukan untuk meraih kemajuan bangsa di masa depan, bahkan lebih penting lagi sebagai bekal dalam menghadapi era global yang sarat dengan persaingan antarbangsa yang berlangsung sangat ketat. Dengan demikian, pendidikan menjadi syarat mutlak yang harus dipenuhi karena ia merupakan faktor determinan bagi suatu bangsa untuk bias memenangi kompetisi global. Sejak tahun 1984, pemerintah Indonesia secara formal telah mengupayakan pemerataan pendidikan Sekolah Dasar, dilanjutkan dengan
wajib belajar pendidikan sembilan tahun mulai tahun 1994.
Upaya-upaya ini nampaknya lebih mengacu pada perluasan kesempatan untuk memperoleh pendidikan (dimensi equality of access). Di samping itu pada tahapan selanjutnya pemberian program beasiswa (dimensi equality of survival) menjadi upaya yang cukup mendapat perhatian dengan mendorong keterlibatan masyarakat melalui Gerakan Nasional Orang Tua Asuh. Program beasiswa ini semakin intensif ketika terjadi krisis ekonomi, dan dewasa ini dengan Program BOS untuk Pendidikan dasar. Hal ini menunjukan bahwa pemerataan pendidikan menuntut pendanaan yang cukup besar tidak hanya berkaitan dengan penyediaan fasilitas tapi juga pemeliharaan siswa agar tetap
bertahan mengikuti pendidikan di sekolah.
            Pemerataan pendidikan di Indonesia merupakan masalah yang sangat rumit. Ketidakmerataan pendidikan di Indonesia ini terjadi pada lapisan masyarakat miskin. Faktor yang mempengaruhi ketidakmerataan ini disebabkan oleh faktor finansial atau keuangan. Semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin mahal biaya yang dikeluarkan oleh individu. Indonesia merupakan negara berkembang yang sebagian besar masyarakatnya hidup pada taraf yang tidak berkecukupan. Masyarakat menganggap bahwa banyak yang lebih penting daripada sekedar membuang-buang uang mereka untuk bersekolah. Selain itu, biaya pendidikan di Indonesia yang relatif mahal jika dibandingkan negara lain meskipun biaya di beberapa tingkat pendidikan telah dibebaskan.

C.      Kualitas Pendidikan di Indonesia

            Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Ini dibuktikan antara lain dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala yang menunjukkan, bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun.
            Memasuki abad ke- 21 dunia pendidikan di Indonesia menjadi pusat perhatian permasalahan. Permasalahan  tersebut bukan disebabkan oleh tingginya mutu pendidikan nasional tetapi lebih banyak disebabkan karena kesadaran akan bahaya keterbelakangan pendidikan di Indonesia. Perasan ini disebabkan karena beberapa hal yang mendasar.
Salah satunya adalah memasuki abad ke- 21 gelombang globalisasi dirasakan kuat dan terbuka. Kemajaun teknologi dan perubahan yang terjadi memberikan kesadaran baru bahwa Indonesia tidak lagi berdiri sendiri. Indonesia berada di tengah-tengah dunia yang baru, dunia terbuka sehingga orang bebas membandingkan kehidupan dengan negara lain.
            Yang kita rasakan kini adalah adanya keterbelakangan di dalam mutu pendidikan. Baik pendidikan formal maupun informal setelah kita mengetahui kemajuan dari bidang pendidikan negara lain yang lebih maju.  Pendidikan memang telah menjadi penopang dalam meningkatkan sumber daya manusia Indonesia untuk pembangunan bangsa. Oleh karena itu, kita seharusnya dapat meningkatkan sumber daya manusia Indonesia yang tidak kalah bersaing dengan sumber daya manusia di negara-negara lain.
      Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia antara lain adalah masalah
efektifitas, efisiensi dan standarisasi pengajaran. Hal tersebut masih menjadi masalah pendidikan di Indonesia pada umumnya. Adapun permasalahan khusus dalam dunia pendidikan yaitu:
(1). Rendahnya sarana fisik,
(2). Rendahnya kualitas guru,
(3). Rendahnya kesejahteraan guru,
(4). Rendahnya prestasi siswa,
(5). Rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan,
(6). Rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan,
(7). Mahalnya biaya pendidikan.
(8). Kurangnya dorongan motifasi dari pemerintah untuk memicu semangati anak-anak untuk  bersekolah.

D.     Solusi dari permasalahan pemerataan dan kualitas pendidikan di Indonesia.

            Untuk mengatasi masalah-masalah di atas, terdapat dua solusi yaitu :

1.     Solusi Sistemi  
            Solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial  yang berkaitan dengan system pendidikan. Seperti sistem pendidikan yang sangat berkaitan dengan sistem ekonomi. Sistem pendidikan di Indonesia saat ini, diterapkan dalam konteks sistem ekonomi kapitalisme (mazhab neoliberalisme), yang berprinsip meminimalkan peran dan tanggung jawab negara dalam urusan publik, termasuk pendanaan pendidikan.
Solusi untuk masalah-masalah yang ada, khususnya yang menyangkut perihal pembiayaan  seperti rendahnya sarana fisik, kesejahteraan guru, dan mahalnya biaya pendidikan menuntut pula pada arah perubahan sistem ekonomi yang ada.
            Akan sangat kurang efektif jika hanya menerapkan sistem pendidikan Islam dalam atmosfer sistem ekonomi kapitalis yang kejam. Maka, sistem kapitalisme saat ini wajib dihentikan dan diganti dengan sistem ekonomi Islam yang menggariskan bahwa pemerintah-lah yang akan menanggung segala pembiayaan pendidikan negara.

2.     Solusi Teknis.
            Solusi yang meliputi hal-hal teknis yang berkait langsung dengan pendidikan. Solusi ini untuk menyelesaikan masalah kualitas guru dan prestasi siswa.
Maka, solusi untuk masalah-masalah teknis dikembalikan kepada upaya-upaya praktis untuk meningkatkan kualitas sistem pendidikan. Dengan meningkatkan kinerja dan kesejahteraan guru serta member saran prasarana yang baik dalam proses blajar megajar agat tercipta suasana yang baik di dalamnya.

E.      Kesimpulan

            Pemerataan pendidikan yang tidak sesuai dengan harapan membuat anak-anak bangsa tidak seluruhnya mendapat pendidikan yang memadai. Sarana dan prasarana yang kurang menunjukan kurangnya peran pemerintah dalam mengatasi masalah pendidikan di Negara ini. Permasalahan demi permasalah yang menjadi latar belakang terabaikannya pendidikan membuat Negara kita menjadi tertinggal dengan Negara lain.
            Prasarana dan kualitas pun turut melangkapi kurangnya tingkat pendidikan yang dimiliki. Maka perlulah perhatian yang penuh bagi pemerintah untuk memberi prasarana yang mendukunng serta dukungan moral untuk meningkatkan tingkat pendidikan kita yang rendah.



Rabu, 05 Oktober 2011

Masalah Sosial

Ketidaklayakan Rakyat Miskin di Pemukiman Kumuh yang di Acuhkan Pemerintah.

Kita semua menyadari bahwa kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial di Indonesia yang tidak mudah untuk diatasi. Beragam upaya dan program dilakukan untuk mengatasinya tetapi masih banyak kita temui permukiman masyarakat miskin hampir setiap sudut kota. Keluhan yang paling sering disampaikan mengenai permukiman masyarakat miskin tersebut adalah rendahnya kualitas lingkungan yang dianggap sebagai bagian kota yang mesti disingkirkan.
Tulisan ini memberikan penjelasan tentang upaya untuk mengatasi kemiskinan di perkotaan sekaligus pula untuk meningkatkan kualitas lingkungan permukiman masyarakat miskin.
A.  Peremajaan Kota.
Pendekatan yang paling populer adalah, menggusur permukiman kumuh dan kemudian diganti oleh kegiatan perkotaan lainnya yang dianggap lebih bermartabat. Cara seperti ini yang sering disebut pula sebagai “Peremajaan Kota” , bukanlah cara yang berkelanjutan untuk menghilangkan kemiskinan dari perkotaan.
Kemiskinan dan kualitas lingkungan yang rendah adalah hal yang mesti dihilangkan tetapi tidak dengan menggusur masyarakat telah bermukim lama di lokasi tersebut. Menggusur adalah hanya sekedar memindahkan kemiskinan dari lokasi lama ke lokasi baru dan kemiskinan tidak berkurang. Bagi orang yang tergusur malahan penggusuran ini akan semakin menyulitkan kehidupan mereka karena mereka mesti beradaptasi dengan lokasi permukimannya yang baru.
Di Amerika Serikat, peremajaan kota sering digunakan pada tahun 1950 dan 1960-an. Pada saat itu permukiman-permukiman masyarakat miskin di pusat kota digusur dan diganti dengan kegiatan perkotaan lainnya yang dianggap lebih baik. Peremajaan kota ini menciptakan kondisi fisik perkotaan yang lebih baik tetapi sarat dengan masalah sosial. Kemiskinan hanya berpindah saja dan masyarakat miskin yang tergusur semakin sulit untuk keluar dari kemiskinan karena akses mereka terhadap pekerjaan semakin sulit.
Peremajaan kota yang dilakukan pada saat itu sering disesali oleh para ahli perkotaan saat ini karena menyebabkan timbulnya masalah sosial seperti kemiskinan perkotaan yang semakin akut, gelandangan dan kriminalitas. Menyadari kesalahan yang dilakukan masa lalu, pada awal tahun 1990-an kota-kota di Amerika Serikat lebih banyak melibatkan masyarakat miskin dalam pembangunan perkotaannya dan tidak lagi menggusur mereka untuk menghilangkan kemiskinan di perkotaan.
Tampak rumah padat penduduk di Ciampelas yang berdampingan dengan Mal ternama di Kota Bandung. Kemiskinan dan kualitas lingkungan yang rendah adalah hal yang mesti dihilangkan tetapi tidak dengan menggusur masyarakat telah bermukim lama di lokasi tersebut. Pada 2019 Indonesia menargetkan 30 persen kota di Indonesia tanpa pemukiman dan perumahan kumuh. Di Indonesia terdapat 8 juta keluarga yang belum memiliki rumah layak huni atau rumah sehat dan sederhana.

B.  Aktivitas Hijau oleh Masyarakat Miskin.
Paling sedikit saya menemukan dua masyarakat miskin di Jakarta yang melakukan aktivitas hijau untuk meningkatkan kualitas lingkungan sekaligus menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat miskin. Seperti dapat ditemui di Indonesia’s Urban Studies, masyarakat di Penjaringan, Jakarta Utara dan masyarakat kampung Toplang di Jakarta Barat mereka mengelola sampah untuk dijadikan kompos dan memilah sampah nonorganik untuk dijual.
Aktivitas hijau di Penjaringan, Jakarta Utara dilakukan melalui program Lingkungan Sehat Masyarakat Mandiri yang diprakarsai oleh Mercy Corps Indonesia. Masyarakat miskin di Penjaringan terlibat aktif tanpa terlalu banyak intervensi dari Mercy Corps Indonesia. Program berjalan dengan baik dan dapat meningkatkan kualitas lingkungan kumuh di Penjaringan. Masyarakat di Penjaringan sangat antusias untuk melakukan kegiatan ini dan mereka yakin untu mampu mendaurlang sampah di lingkungannya dan menjadikannya sebagai lapangan pekerjaan yang juga akan berkontribusi untuk mengentaskan kemiskinan di lingkungannya.
Aktivitas hijau tersebut adalah wujud pemberdayaan masyarakat miskin untuk meningkatkan kualitas lingkungan permukiman dan sekaligus mengentaskan kemiskinan. Peranan Mercy Corps Indonesia yang memprakarsai program Lingkungan Sehat Masyarakat Mandiri di Penjaringan, Jakarta Utara dan dua orang aktivis pemuda asal kampung Toplang yang memprakarsai aktivitas hijau di kampung Toplang adalah sangat berpengaruh besar dalam upaya pemberdayaan masyarakat ini. Tanpa inisiatif mereka, pemberdayaan masyarakat miskin tidak akan terjadi dan kemiskinan tetaplah menjadi masalah di kedua permukiman kumuh tersebut.

Ini adalah gambaran yang menunjukkan keprihatinan kehidupan anak-anak rakyat miskin di pemukuman kumuh Jakarta yang hanya bertumpu pada lingkungan dengan prasarana apa adanya tanpa memperhatikan kesehatan yang menimpanya. Perlunya uluran tangan dan perubahan yang terencana agar kelayakan hidup mereka terselamatkan.

        C. Kesimpulan.
Cara untuk mengatasi kemiskinan dan rendahnya kualitas lingkungan permukiman masyarakat  miskin adalah tidak dengan menggusurnya. Penggusuran hanyalah menciptakan masalah sosial perkotaan yang semakin keruh dan sulit untuk di tuntaskan. Aktivitas hijau seperti yang dilakukan oleh masyarakat Penjaringan dan Kampung Toplang merupakan bukti kuat bahwa,  masyarakat miskin mampu meningkatkan kualitas lingkungan permukiman dan juga mengikis kemiskinan. Masyarakat miskin adalah salah satu komponen dalam komunitas perkotaan yang mesti diberdayakan dan bukannya digusur.
 Pemerintah sudah semestinya memikirkan jalan keluar yang tepat agar kemiskinan dapat di tanggulangi tanpa ada yang terasingi. Keadaan kota yang telah penuh akan prasarana  masyarakat modern membuat masyarakat kecil tersingkirkan. Perlulah pembaharuan dan pensejahteraan untuk rakyat miskin agar mereka tetap dapat menikmati kehidupan yang selayaknya dengan tempat tinggal, kebutuhan hidup dan lapangan kerja yang memadai. Karena, sudah sepantasnya semua rakyat Indonesia merasakan kelayakan hidup yang sepantasnya.
 
                                                                 By : Firda Huurunnisa 02SA03

Ketidaklayakan Rakyat Miskin di Pemukiman Kumuh yang di Acuhkan Pemerintah.

Ketidaklayakan Rakyat Miskin di Pemukiman Kumuh yang di Acuhkan Pemerintah.

Kita semua menyadari bahwa kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial di Indonesia yang tidak mudah untuk diatasi. Beragam upaya dan program dilakukan untuk mengatasinya tetapi masih banyak kita temui permukiman masyarakat miskin hampir setiap sudut kota. Keluhan yang paling sering disampaikan mengenai permukiman masyarakat miskin tersebut adalah rendahnya kualitas lingkungan yang dianggap sebagai bagian kota yang mesti disingkirkan.
Tulisan ini memberikan penjelasan tentang upaya untuk mengatasi kemiskinan di perkotaan sekaligus pula untuk meningkatkan kualitas lingkungan permukiman masyarakat miskin.
A.  Peremajaan Kota.
Pendekatan yang paling populer adalah, menggusur permukiman kumuh dan kemudian diganti oleh kegiatan perkotaan lainnya yang dianggap lebih bermartabat. Cara seperti ini yang sering disebut pula sebagai “Peremajaan Kota” , bukanlah cara yang berkelanjutan untuk menghilangkan kemiskinan dari perkotaan.
Kemiskinan dan kualitas lingkungan yang rendah adalah hal yang mesti dihilangkan tetapi tidak dengan menggusur masyarakat telah bermukim lama di lokasi tersebut. Menggusur adalah hanya sekedar memindahkan kemiskinan dari lokasi lama ke lokasi baru dan kemiskinan tidak berkurang. Bagi orang yang tergusur malahan penggusuran ini akan semakin menyulitkan kehidupan mereka karena mereka mesti beradaptasi dengan lokasi permukimannya yang baru.
Di Amerika Serikat, peremajaan kota sering digunakan pada tahun 1950 dan 1960-an. Pada saat itu permukiman-permukiman masyarakat miskin di pusat kota digusur dan diganti dengan kegiatan perkotaan lainnya yang dianggap lebih baik. Peremajaan kota ini menciptakan kondisi fisik perkotaan yang lebih baik tetapi sarat dengan masalah sosial. Kemiskinan hanya berpindah saja dan masyarakat miskin yang tergusur semakin sulit untuk keluar dari kemiskinan karena akses mereka terhadap pekerjaan semakin sulit.
Peremajaan kota yang dilakukan pada saat itu sering disesali oleh para ahli perkotaan saat ini karena menyebabkan timbulnya masalah sosial seperti kemiskinan perkotaan yang semakin akut, gelandangan dan kriminalitas. Menyadari kesalahan yang dilakukan masa lalu, pada awal tahun 1990-an kota-kota di Amerika Serikat lebih banyak melibatkan masyarakat miskin dalam pembangunan perkotaannya dan tidak lagi menggusur mereka untuk menghilangkan kemiskinan di perkotaan.
Tampak rumah padat penduduk di Ciampelas yang berdampingan dengan Mal ternama di Kota Bandung. Kemiskinan dan kualitas lingkungan yang rendah adalah hal yang mesti dihilangkan tetapi tidak dengan menggusur masyarakat telah bermukim lama di lokasi tersebut. Pada 2019 Indonesia menargetkan 30 persen kota di Indonesia tanpa pemukiman dan perumahan kumuh. Di Indonesia terdapat 8 juta keluarga yang belum memiliki rumah layak huni atau rumah sehat dan sederhana. Dengan asumsi Indonesia membangun 500 rumah per tahun, hal itu akan selesai selama 16 tahun.

B.  Aktivitas Hijau oleh Masyarakat Miskin.
Paling sedikit saya menemukan dua masyarakat miskin di Jakarta yang melakukan aktivitas hijau untuk meningkatkan kualitas lingkungan sekaligus menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat miskin. Seperti dapat ditemui di Indonesia’s Urban Studies, masyarakat di Penjaringan, Jakarta Utara dan masyarakat kampung Toplang di Jakarta Barat mereka mengelola sampah untuk dijadikan kompos dan memilah sampah nonorganik untuk dijual.
Aktivitas hijau di Penjaringan, Jakarta Utara dilakukan melalui program Lingkungan Sehat Masyarakat Mandiri yang diprakarsai oleh Mercy Corps Indonesia. Masyarakat miskin di Penjaringan terlibat aktif tanpa terlalu banyak intervensi dari Mercy Corps Indonesia. Program berjalan dengan baik dan dapat meningkatkan kualitas lingkungan kumuh di Penjaringan. Masyarakat di Penjaringan sangat antusias untuk melakukan kegiatan ini dan mereka yakin untu mampu mendaurlang sampah di lingkungannya dan menjadikannya sebagai lapangan pekerjaan yang juga akan berkontribusi untuk mengentaskan kemiskinan di lingkungannya.
Aktivitas hijau tersebut adalah wujud pemberdayaan masyarakat miskin untuk meningkatkan kualitas lingkungan permukiman dan sekaligus mengentaskan kemiskinan. Peranan Mercy Corps Indonesia yang memprakarsai program Lingkungan Sehat Masyarakat Mandiri di Penjaringan, Jakarta Utara dan dua orang aktivis pemuda asal kampung Toplang yang memprakarsai aktivitas hijau di kampung Toplang adalah sangat berpengaruh besar dalam upaya pemberdayaan masyarakat ini. Tanpa inisiatif mereka, pemberdayaan masyarakat miskin tidak akan terjadi dan kemiskinan tetaplah menjadi masalah di kedua permukiman kumuh tersebut.

Ini adalah gambaran yang menunjukkan keprihatinan kehidupan anak-anak rakyat miskin di pemukuman kumuh Jakarta yang hanya bertumpu pada lingkungan dengan prasarana apa adanya tanpa memperhatikan kesehatan yang menimpanya. Perlunya uluran tangan dan perubahan yang terencana agar kelayakan hidup mereka terselamatkan.

        C. Kesimpulan.
Cara untuk mengatasi kemiskinan dan rendahnya kualitas lingkungan permukiman masyarakat  miskin adalah tidak dengan menggusurnya. Penggusuran hanyalah menciptakan masalah sosial perkotaan yang semakin keruh dan sulit untuk di tuntaskan. Aktivitas hijau seperti yang dilakukan oleh masyarakat Penjaringan dan Kampung Toplang merupakan bukti kuat bahwa,  masyarakat miskin mampu meningkatkan kualitas lingkungan permukiman dan juga mengikis kemiskinan. Masyarakat miskin adalah salah satu komponen dalam komunitas perkotaan yang mesti diberdayakan dan bukannya digusur.
 Pemerintah sudah semestinya memikirkan jalan keluar yang tepat agar kemiskinan dapat di tanggulangi tanpa ada yang terasingi. Keadaan kota yang telah penuh akan prasarana  masyarakat modern membuat masyarakat kecil tersingkirkan. Perlulah pembaharuan dan pensejahteraan untuk rakyat miskin agar mereka tetap dapat menikmati kehidupan yang selayaknya dengan tempat tinggal, kebutuhan hidup dan lapangan kerja yang memadai. Karena, sudah sepantasnya semua rakyat Indonesia merasakan kelayakan hidup yang sepantasnya.

                                                                              By : Firda Huurunnisa SA)#